Komunikasi Politik – Dan Nimmo

KOMUNIKASI POLITIK

1.  PENDAHULUAN

Komunikasi adalah salah satu bentuk kegiatan umat manusia yang paling penting.  Tiada hari tanpa komunikasi. Tidak ada masyarakat manusia yang tidak melaksanakan komunikasi, karena komunikasi adalah perlambang dari adanya kehidupan di dalam masyarakat. Dilihat dari sudut pandang ini, komunikasi dilihat dari artinya yang umum dan luas yaitu hubungan dan interaksi yang terjadi antara dua orang\pihak atau lebih. Interaksi tersebut terjadi karena seseorang menyampaikan pesan-pesan dalam bentuk tertentu yang diterima pihak lain yang menjadi sasarannya sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak dimaksud. Siapapun sebagai anggota masyarakat melakukan ini secara terus-menerus—kadang-kadang bahkan tanpa sadar— termasuk mereka yang tidak mengerti makna konsep komunikasi. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota masyarakat kapan pun dan dimana pun di dunia ini.

Dari gambaran ini tampak  bahwa objek studi ilmu komunikasi ini—yaitu komunikasi yang terjadi dalam masyarakat—merupakan kegiatan manusia yang amat penting.

Masalah ini akan semakin penting artinya dalam mengkaji komunikasi politik. Komunikasi politik mencakup masyarakat keseluruhan. Studi komunikasi politik tidak akan sempurna bila komunikasi antar pribadi tidak memperoleh tempat yang penting dalam studi tersebut. Meski harus diakui bahwa sebagian besar buku-buku teks yang membahas komunikasi politik di Amerika Serikat lebih memusatkan perhatiannya pada peranan media massa dalam komunikasi politik.

Studi komunikasi politik mencakup dua disiplin dalam ilmu sosial: ilmu politik dan ilmu komunikasi (Maswadi Rauf:1990). Ia bisa dijadikan kajian oleh ilmuwan komunikasi juga oleh ilmuwan politik.

Para ilmuwan politik beranggapan bahwa komunikasi politik termasuk objek studi ilmu politik karena pesan-pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi itu mempunyai ciri-ciri politik, yaitu berkaitan dengan kekuasaan    politik/negara/pemerintahan dan komunikator serta komunikan yang terlibat di dalamnya bertindak dalam kedudukan mereka sebagai pelaku kegiatan politik . Para ilmuwan politik beranggapan bahwa komunikasi politik adalah gejala yang selalu ada dalam setiap sistem politik, seperti halnya para ilmuwan sosial lainnya yang beranggapan bahwa komunikasi sosial adalah gejala yang tak terpisahkan dari masyarakat.

  1. PERKEMBANGAN STUDI KOMUNIKASI POLITIK.

Dalam ilmu politik, istilah komunikasi politik adalah relatif baru. Istilah tersebut mulai banyak disebut-sebut semenjak terbitnya buku Gabriel A. Almond yang amat berpengaruh di dalam buku The Politics of The Developing Areas pada tahun 1960. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada di dalam sistem politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan politik untuk membandingkan berbagai sistem politik  dengan latar belakang budaya  yang berbeda. Arti penting sumbangan pikiran Almond terletak pada pandangannya bahwa semua sistem politik yang pernah ada di dunia ini— yang sekarang dan yang akan ada nanti mempunyai persamaan-persamaan yang mendasar,  yaitu adanya fungsi-fungsi yang sama yang dijalankan oleh semua sistem politik.

Komunikasi politik adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh setiap sistem politik, sebagaimana dikatakan sendiri oleh Almond sbb:

“ All of the functions performed in the political system—political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication—are performed by means of communication.” (Maswadi Rauf: 1990)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada waktu keenam fungsi lainnya dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa fungsi komunikasi politik dapat ditemukan di dalam fungsi-fungsi sistem politik lainnya.  Namun meskipun komunikasi politik mempunyai ciri seperti itu, tidaklah berarti bahwa komunikasi politik kecil peranannya; justru sebaliknya. Komunikasi politik adalah proses yang menentukan keberhasilan  fungsi – fungsi yang lain, sehingga keberhasilan penyampaian pesan-pesan dalam setiap fungsi itu menentukan keberhasilan pelaksanaan fungsi yang bersangkutan.

Contoh aktual yang dapat dikemukakan disini adalah pelaksanaan fungsi pembuatan peraturan (rule making). Sudah teramat jelas di sini bahwa komunikasi memainkan peranan yang amat penting dalam proses pembuatan peraturan (undang-undang ataupun bentuk ketentuan peraturan lainnya). Si pembuat peraturan/perundangan dituntut untuk menjalin kerjasama, hubungan, dan komunikasi yang baik antara sesama mereka.

Di samping itu,  komunikasi dengan masyarakat (rakyat) perlu pula dijaga oleh para pembuat keputusan politik.

Sebelum tahun 1960, ilmu politik —mungkin juga ilmu komunikasi—tidak mengenal istilah komunikasi politik. Namun tidak berarti bahwa tidak ada studi-studi yang dilakukan oleh para ilmuwan sosial (ilmuwan politik, ilmuwan komunikasi ataupun psikolog) tentang masalah yang menjadi studi dari komunikasi politik dewasa ini.

Kegiatan yang mempelajari materi komunikasi politik telah ada semenjak lama, walaupun tidak di bawah bendera komunikasi politik. Studi tentang tingkah laku pemilih, propaganda dan perang urat syaraf dan perubahan attitude (sikap) dalam proses komunikasi telah diadakan semenjak lama. Semua studi tersebut telah meletakan dasar yang kokoh bagi pengembangan studi komunikasi politik.

  1. CIRI-CIRI STUDI KOMUNIKASI POLITIK.

Ciri pertama komunikasi politik, dalam arti luas mengandung pengertian bahwa proses komunikasi tersebut dapat  berlangsung di setiap lapisan masyarakat melalui saluran apa saja yang dapat dipergunakan dan tersedia. Olehkarena itu para ilmuwan politik menganggap media massa (surat kabar, radio, TV, dan film) sebagai salah satu saluran melalui mana kegiatan komunikasi politik dijalankan. Saluran tata muka dianggap sama pentingnya dengan saluran media massa . Hal ini terlihat dari konsep Almond dengan kawan-kawannya tentang komunikasi sebagaimana telah disinggung terdahulu.

Masalah yang timbul dalam studi komunikasi politik menurut versi ilmu politik adalah bahwa studi komunikasi  politik tidak berkembang dengan baik di dalam ilmu politik, meskipun para ilmuwan politik mengkaji sosialisasi politik, partisipasi politik dan peranan organisasi politik yang pada hakekatnya merupakan bidang kajian komunikasi politik.

Ciri yang kedua dari studi komunikasi politik adalah pentingnya pandangan yang mengatakan bahwa arus komunikasi politik adalah arus dua arah: ke bawah, yaitu dari penguasa politik/pemerintah kepada rakyat; dan ke atas, yaitu dari rakyat kepada penguasa politik/pemerintah.

Ciri studi komunikasi politik versi ilmu politik semakin penting artinya, karena penekanan yang diberikan kepada peranan media massa, yang berarti dari atas ke bawah.

  1. PARADIGMA HAROLD LASSWELL

Ilmuwan politik Harold Lasswell, mengemukakan bahwa cara yang mudah untuk melukiskan suatu tindakan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

Who ———– siapa ?

Says what ———- mengatakan apa ?

To Whom ———- kepada siapa ?

With what channel ———- dengan saluran apa ?

With what effect ———– dengan akibat apa ?

Pertanyaan tersebut di atas  mengidentifikasi unsur-unsur atau komponen-komponen yang biasa terdapat pada komunikasi, yaitu : sumber atau komunikator, penerima (komunikan), pesan (message), saluran (channel) dan tanggapan atau effect. “Baik diuraikan dalam teori pengalihan informasi yang sangat canggih, maupun dalam pandangan sosiopsikologis yang provokatif, kelima dasar Lassewll ini menyajikan cara yang berguna untuk menganalisis komunikasi.” (Dan Nimmo, 1993 :13)

Meskipun demikian, memang rumus Lasswell bila digunakan sebagaimana adanya, agak terlalu sederhana untuk mengorganisasi pembicaraan mengenai komunikasi politik dan opini publik. Namun kiranya dengan sedikit memodifikasi, paradigma ini sudah memadai sebagai rujukan untuk membahas komunikasi politik.

Siapa komunikator politik, mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa dan dengan akibat apa akan dibahas satu persatu setelah uraian apa itu komunikasi politik.

  1. PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK.

Drs. Soemarno, AP. SH. Dalam bukunya Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik mengutip beberapa pengertian komunikasi politik dari beberapa pakar antara lain dari :

    1. Astrid S. Susanto, Phd, merumuskan definisi komunikasi politik dalam bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia” sbb :

“Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik.” (1989: 9).

    1. Dr. Rusadi Kartaprawira, SH. Dalam buku “Sistem Politik  di Indonesia” , melihat komunikasi politik pada kegunaannya yaitu :

Untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik Intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik pemerintah.” (1983: 64).

    1. Soemarno. Ap. Drs., SH. menyatakan bahwa jika dilihat dari tujuan politik an sich (semata-mata) maka:

“Hakekat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi  pemikiran politik atau ideologi tertentu di dalam rangka menguasai atau memperoleh kekuasaan, dan dengan kekuasaan mana tujuan pemikiran politik dan ideologi tsb, dapat diwujudkan.”     (1989: 9).

Dr. Astrid mengungkapkan lebih lanjut bahwa “komunikasi politik merupakan suatu kegiatan pra politik, melalui kegiatan mana akan terjadilah realisasi penghubungan atau pengkaitan masyarakat dengan lingkup negara.” (1989: 10)

Jadi, komunikasi politik merupakan sarana pendidikan politik dan sosialisasi politik dalam hubungannya dengan kehidupan kenegaraan.

Selanjutnya, kegiatan komunikasi politik tidak hanya dilakukan secara internal di dalam negeri suatu negara, tetapi juga dilakukan secara external dalam hubungan dengan negara-negara lain. Komunikasi tersebut dikenal dengan komunikasi politik internasional, yang intinya menunjukkan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh suatu negara untuk mempengaruhi tingkah laku politik  negara lain.

Bertolak dari pendapat para pakar tersebut di atas, jelaslah bahwa komunikasi politik memiliki lingkup pembahasan yang cukup luas. Ia bukan hanya membahas bagaimana komunikasi dapat dipergunakan untuk tujuan politik dan memperoleh kekuasaan secara internal,  namun membahas bagaimana suatu sistem berlangsung dan dapat dipertahankan serta dialihgenerasikan. Di samping itu bagaimana komunikasi itu dapat digunakan untuk mempengaruhi negara lain dalam mencapai tujuan politik negara ybs. Atau minimal dapat mewujudkan suatu hubungan yang saling menguntungkan di antara dua negara atau lebih.

Bertolak dari definisi-definisi di atas, pada intinya dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut dapat mengikat semua kelompok atau warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Sedangkan bila dilihat dari tujuan politik  “an sich”, maka hakekat komunikasi politik adalah upaya  kelompok  manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau ideologi tertentu di dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan untuk dapat mewujudkan tujuan pemikiran politik dan ideologi sebagaimana yang diharapkan. (Menpen: ’90)

Sebagaimana terdapat dalam komunikasi pada umumnya, komunikasi politik pun terdiri dari komponen-komponen: komunikator, komunikan, message (pesan), media dan pengaruh (efek). Komponen-komponen tersebut di bidang komunikasi politik terdapat di dalam dua situasi politik atau struktur politik, yaitu berada pada suprastruktur politik dan Infrastruktur politik.

Beberapa komponen yang terdapat dalam suprastruktur politik terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu yang berada pada lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga yudikatif. Di lain pihak komponen-komponen yang berada di masyarakat atau infrastruktur politik terbagi dalam asosiasi-asosiasi, antara lain:

    1. Partai politik (political  party)
    2. Kelompok kepentingan (interest group)
    3. Para tokoh politik (political figures)
    4. Media komunikasi politik (media of political communication) dan sebagainya.

Dengan demikian, dalam sistem politik komunikasi berfungsi sebagai penghubung antara situasi kehidupan politik yang ada pada suprastruktur politik (The Govermental political sphere) dengan situasi kehidupan dalam infrastruktur politik (Socio political sphere).

  1. KOMUNIKATOR dan KOMUNIKAN POLITIK.

Komponen yang paling menentukan dalam setiap bentuk kegiatan komunikasi yaitu komunikator dan komunikan. Karena tanpa kedua komponen tersebut tidak akan terjadi komunikasi. Pertanyaannya sekarang, siapa saja yang termasuk ke dalam komunikator dan komunikan politik itu ?. Komunikator politik dapat dikenali dari ciri-ciri komunikator pada umumnya yaitu:

    1. Pihak yang pertama–tama mempunyai inisiatif.
    2. Pihak yang mempunyai ide atau gagasan; yang akan disebarluaskan.
    3. Pihak yang mula pertama mengajak berkomunikasi.
    4. Pihak yang bermaksud mempengaruhi, mengubah dan membentuk sikap, pendapat dan tingkah laku orang lebih baik secara perorangan maupun kelompok.

Bertolak dari ciri-ciri tersebut di atas, maka Drs. Soemarno, Ap. S.M. dalam bukunya “Dimensi-dimensi politik” mengatakan yang menjadi komunikator politik adalah pemerintah, karena ia sebagai pemegang inisiatif untuk mengadakan perubahan dan pembaharuan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Kemudian dijelaskan lebih lanjut, yang menjadi komunikan komunikasi politik  ialah keseluruhan lapisan masyarakat, baik yang berdiri sendiri maupun yang tergabung dalam bentuk asosiasi, perkumpulan atau kelompok-kelompok tertentu.

Menurut  Dr  Astrid, komunikator dan komunikan itu harus saling mengisi dan merupakan interdependensi yang positif, sehingga komunikasi berjalan dengan harmonis.

Dalam proses komunikasi, pada saat tertentu komunikan bisa berganti peran menjadi komunikator dan yang semula komunikator bisa menjadi komunikan tergantung dari pihak mana yang pertama mempunyai inisiatif, gagasan, mengajak berkomunikasi dan mempengaruhi. Berbeda dengan Drs. Soemarno, berikut ini akan diuraikan pendapat dari Dan Nimmo.

  1. KOMUNIKATOR POLITIK (WHO)

7.1. Siapa Komunikator politik ?

Para komunikator politik, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya,  suka ditanggapi lebiih sungguh-sungguh bila mereka berbicara atau berbuat. Sehubungan dengan itu, di sini kita akan mengidentifikasi tiga kategori para komunikator politik ini, kemudian akan meninjau unsur-unsur dan segi-segi pokok peran mereka sebagai pemimpin politik.

Untuk keperluan itu, Dan Nimmo mengidentifikasinya menjadi tiga kategori : (1) politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, (2) komunikator profesional dalam politik, dan (3) aktivis atau komunikator paruh waktu ( part-time ).

  1. Politikus adalah “orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik: tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif.” Meskipun politikus melayani beraneka ragam tujuan dengan berkomunikasi, ada dua hal yang menonjol. Daniel Katz menunjukkan bahwa pemimpin politik mengarahkan pengaruhnya ke dua arah: 1)mempengaruhi alokasi ganjaran, 2) mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan. Dalam hal yang pertama, politikus itu berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, pesan-pesan politik itu mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik; artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompok.  Sebaliknya, politikus yang bertindak sebagai ideolog tidak begitu terpusat perhatiannya untuk mendesakkan tuntutan seseorang anggota kelompok; ia lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahakan reformasi, dan bahkan mendukung perubahan revolusioner. Jadi ideolog itu terutama berkomunikasi untuk membelokkan mereka kepada suatu tujuan tertentu, bukan mewakili kepentingan mereka dalam gelanggang tawar-menawar dan mencari kompromi.

Pertanyaannya sekarang adalah siapakah polikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan politik pemerintah suatu negara?. Yang pertama adalah para pejabat pemerintah, baik yang dipilih maupun yang diangkat, yang secara tetap berkomunikasi mengenai sejumlah besar masalah, subyek, dan materi politik yang beraneka ragam. Mereka yang termasuk dalam kategori ini ialah para pejabat eksekutif, legislator dan para pejabat yudikatif. Yang kedua adalah para politikus tingkat nasional yang secara tetap berkomunikasi tentang sejumlah terbatas masalah yang ralatif sempit, yang oleh James Rosenau disebut pembuat opini nasional. Diantara kelompok ini antara lain: Sekretaris Jendral, Direktur Jendral berbagai departemen dan sejenisnya. Ketiga adalah politikus yang tidak memegang jabatan dalam pemerintahan; mereka pun komunikator politik mengenai masalah-masalah  yang memiliki ruang lingkup nasional dan non nasional, masalah jangkauannya luas dan sempit.

Jika ditarik kesimpulan, banyak jenis politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, sama banyaknya dengan politikus dan dapat kita klasifikasikan mereka sebagai (1) di dalam atau di luar jabatan pemerintah, (2) berpandangan nasional atau subnasional dan (3) beurusan dengan masalah ganda atau masalah tunggal.

    1. Profesional sebagai Komunikator politik.

Komunikator profesional mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, apakah ia di dalam atau di luar politik. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya dua dimensi utama: (a) munculnya media massa yang melintasi batas-batas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah dan kelas untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan (b) perkembangan serta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan.

Menurut James Carey, komunikator profesional adalah “seorang makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan dan minat suatu komunitas yang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti”. Komunikator profesional menghubungkan golongan elit dalam organisasi atau komunitas manapun dengan khalayak umum. Komunikator profesional adalah manipulator dan makelar simbol yang menghubungkan para pemimpin satu sama lain dan dengan para pengikut.

Perangkat profesional mencakup: 1)Jurnalis meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi atau siapapun yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian dan penyerahan laporan peristiwa. 2) Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu, seperti agen publisitas, PRO pada instansi pemerintah maupun swasta, personel periklanan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat politik,spesialis teknis (kameramen, produser, sutradara film, pelatih pidato, dsb) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik.

  1. Aktivitas sebagai komunikator Politik.

Mereka yang termasuk ke dalam golongan ini: Pertama, terdapat juru bicara bagi kepentingan yang terorganisir. Pada umumnya orang ini tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pada pemerintahan. Jubir biasanya bukan profesional dalam komunikasi, namun ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi, sehingga bisa disebut aktivis politik dan semi profesional dalam komunikasi politik. Ia berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi dan merupakan peran politikus yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan anggota suatu organisasi dan tawar – menawar untuk hal-hal yang menguntungkan. Sebagaimana politikus dan profesional, juru bicara kepentingan yang terorganisasi beroperasi pada tingkat nasional dan subnasional serta menangani masalah-masalah berganda maupun tunggal. Kedua, jaringan interpersonal mencakup komunikator politik utama, yaitu “pemuka pendapat” (opinion leader); yaitu orang yang suka dimintai petunjuk dan informasi tentang sesuatu hal oleh anggota masyarakat serta senantiasa dihormati.

Mereka senantiasa tampil dalam dua hal: (1) Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain, artinya mereka meyakinkan orang lain dalam cara berpikir, (2) Mereka meneruskan informasi politik dari mass-media kepada masyarakat umum, dengan istilah lain disebut “komunikasi dua tahap.” Artinya pemuka pendapat memperoleh informasi dari mass-media (radio, TV, film, media cetak) lalu mereka meneruskan informasi tsb. kepada penduduk yang kurang aktif. Kesimpulan: siapakah yang menjadi komunikator politik utama itu? Ada tiga macam yang terpenting, yaitu : politikus, profesional dan aktivis.

7. 2.      Komunikator Politik sebagai Pemimpin Politik.

7. 2. 1.  Definisi dan Teori Kepemimpinan

Sebelum membahas komunikator politik sebagai pemimpin pollitik akan dikemukakan dahulu definisi kepemimpinan dan teori-teori kepemimpinan.

    1. Definisi Kepemimpinan.

Banyak sekali definisi kepemimpinan itu, tapi di sini hanya akan mengemukakan beberapa saja yang lebih dekat dengan topik pembahasan kita. Katz dalam buku Paterns of Leadership mengatakan: “Proses ketika seorang individu secara konsisten menimbulkan lebih banyak pengaruh daripada orang lain dalam melaksanakan fungsi-fungsi kelompok.” Lain lagi dengan Ralph M. Stogdill mengatakan bahwa: “Kepemimpinan melibatkan proses kelompok, pengaruh, persuasi, pencapaian tujuan, interaksi, peran-peran yang diperbedakan, dan pembentukan struktur dalam kelompok-kelompok.”

Meskipun terdapat beranekaragam definisi kepemimpinan, menurut Dan Nimmo ada konsensus umum bahwa: “Kepemimpinan (dan akibatnya yang tidak dapat dipisahkan: kepengikutan) adalah suatu hubungan diantara orang-orang di dalam suatu kelompok yang di dalamnya satu atau lebih orang (pemimpin) mempengaruhi yang lain ( pengikut) di dalam setting tertentu.”

  1. Teori-teori Kepemimpinan.

Terdapat empat teori yang mendominasi kepustakaan menurut Gibb dalam bukunya Leadership, yaitu: Pertama berpendapat bahwa pemimpin berbeda dari massa rakyat karena mereka memiliki ciri dan sifat tersendiri yang sangat dihargai. Suatu variasi dari tema ini ialah teori orang besar, yakni bahwa orang yang memiliki keinginan, sifat, dan kemauan istimewa muncul sewaktu-waktu dalam sejarah dan ditakdirkan untuk melakukan hal-hal yang besar, seperti Napoleon, Gandhi, dll. Variasi kedua jenis pemimpin yang keranjingan sifat-sifat tertentu yang membuatnya tersendiri seperti manusia ulung, pahlawan dan pangeran. Kedua, yakni teori konstelasi sifat. Dalam teori ini pemimpin memiliki sifat-sifat yang sama dengan yang dimiliki oleh siapapun, tetapi memadukan sifat-sifat ini dalam sindrom kepemimpinan yang membedakannya dari orang lain. Misalnya pemimpin itu menonjol karena lebih tinggi, lebih besar, lebihi bersemangat, lebih percaya diri, tenang, dsb. Ketiga, yakni teori Situasionalis yang berpendapat bahwa waktu, tempat dan keadaan menentukan siapa yang memimpin dan siapa pengikutnya. Keempat, ialah pemimpin yang merefleksikan interaksi kepribadian para pemimpin dengan kebutuhan dan pengharapan para pengikut, karakteristik dan tugas kelompoknya serta situasi.

7. 2. 2.  Komunikator Politik sebagai Pemimpin Politik.

Pemimpin dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yakni:

  1. Pemimpin Organisasi.

Bagi komunikator politik, untuk menjadi pemimpin politik ia harus berperilaku sebagaimana yang diharapkan dari seorang pemimpin. Pengikut mengaitkan kepemimpinan dengan orang yang sesuai dengan pengertian mereka tentang apa pemimpin itu. Beberapa komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Komunikator seperti itu kita sebut pemimpin organisasi.

  1. Pemimpin Simbolik.

Komunikator Politik yang merupakan pemimpin karena arti yang ditemukan orang d dalam dirinya sebagai manusia kepribadian, tokoh yang ternama, dsb. Diberi nama pemimpin simbolik.

Dari komunikator politik utama yang telah dilukiskan lebih dahulu, hanya pemuka pendapat (opinion leader) yang bekerja melalui keakraban yang disediakan oleh jaringan komunikasi interpersonal berada terutama di luar struktur organisasi yang diformalkan.

Karakteristik sosial pemimpin politik yang membedakan dari populasi umum antara lain : tingkat keterlibatan politik,  kepercayaan politik, nilai dan pengharapan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan.

Komunikator politik yang menjadi pemimpin organisasi pemerintah tidak dipilih secara acak dari populasi umum. Mereka direkrut dari pengelompokkan yang lebih kecil lagi; yang memenuhi syarat, yang mampu, partisipan, konsisten, dll.

Pemimpin simbolik muncul jika komunikator melakukan tindakan yang dramatik, secara selektif mengumpulkan kesan dari tanggapan khalayak, kemudian menyesuaikan diri dan atau berusaha keras untuk berbuat sesuai dengan kesan rakyat. Setiap pemimpin simbolik membina beberapa “reputasi keistimewaan” yang memungkinkannya “menyimpang dari yang biasa” pada suatu tingkat komunikasi.

  1. PEMBICARAAN/PESAN POLITIK (SAYS WHAT)

Satu hal yang menonjolkan seseorang sebagai “komunikator politik”, apakah pemimpin itu politikus, profesional atau warga negara yang aktif (aktivis) ialah ia berbicara politik. Kembali ke paradigma Harold Laswell, bagi komunikator  ini (who atau siapa) yang “mengatakan” (says what), maka pembicaraan tentang komunikasi politik “mengatakan “ (says what) itu berisi pembicaraan atau pesan-pesan politik.

a.1.  Apa yang membuat sesuatu pembicaraan itu menjadi pembicaraan politik?

Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa salah satu definisi politik adalah “kegiatan orang-orang dalam mengatur perbuatan mereka dalam kondisi konflik sosial, yakni usaha untuk merundingkan penyelesaian perselisihan yang dapat mereka terima.” Negosiasi politik bertujuan mencapai pengertian bersama diantara pihak-pihak tentang apa makna syarat-syarat persetujuan yang diterima.

Menurut Davis V. J. Bell, ada tiga jenis kepentingan  pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik yang pasti dan jelas sekali politis, yaitu: pembicaraan kekuasaan, pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan otoritas. (Dan Nimmo, 1993: 75)

    1. Pembicaraan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Kunci pembicaraan kekuasaan ialah bahwa seseorang mempunyai cukup kemampuan untuk mendukung janji  maupun ancaman, dan orang lain mengira bahwa pemilik kekuasaan itu akan melakukannya. Jadi, janji, ancaman, penyuapan dan pemerasan adalah alat tukar pada komunikasi kekuasaan berdasarkan pada kemampuan memanipulasi sanksi positif atau negatif.
    2. Pembicaraan pengaruh tanpa sanksi-sanksi seperti tersebut di atas. Memberi pengaruh (karena prestise atau reputasinya) dengan berhasil memanipulasikan persepsi atau pengharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi. Pada komunikasi pengaruh alat tukar komunikasinya ialah nasihat, dorongan, permintaan dan peringatan.
    3. Pembicaraan otoritas adalah pemberian perintah. Yang dianggap sebagai penguasa yang sah adalah suara otoritas dan memiliki hak untuk dipengaruhi. Sumber pengesahan sama dengan sumber otoritas, yaitu antara lain : keyakinan religius, sifat-sifat supernatural, daya tarik pribadi, adat , kebiasaan, kedudukan resmi, dll.

a.2. SPEAKING cara mudah untuk mengingat.

SPEAKING adalah huruf-huruf akronim dari : Setting, Participate, Ends, Act sequence, Keys, Instrumentalities, Norms, Genres. Pergeseran unsur manapun menurut Dell Hymes, bisa menunjukkan perubahan tujuan, strategi atau maksud wacana politik.

    1. Setting atau scene (suasana); komunikasi terjadi dalam periode, tempat dan lingkungan khas; ia bisa formal atau informal, suram, ceria dsb. Suatu ucapan di dalam sebuah setting bisa diinterpretasikan berbeda dalam setting yang lain.
    2. Participants (peserta); setiap pihak menanggapi suatu pesan yang diberikan, dengan penuh makna. Misalnya tambahkan seseorang partisipan, maka makna bersama tentang sesuatu pesan yakni lambang signifikan akan berubah.
    3. Ends (tujuan) ; Pembicaraan politik biasanya mengharapkan suatu hasil sebagai pusat perhatiannya, suatu tujuan yang dipillih dalam pikiran pesertanya. Suatu pergeseran dalam tujuan dapat mengubah makna dan tanggapan terhadap pesan.
    4. Act sequence (urutan tindakan) ; Komunikasi diskursif (berpindah-pindah atau melompat-lompat) tertulis dan lisan serta bentuk umum bahasa non-diskursif terjadi sebagai urutan ucapan dan tindakan,. Gangguan pada urutan itu dapat mengacaukan tanggapan yang bermakna.
    5. Key (kunci) : mengacu kepada jenis vokal dan fasial dari pernyataan non-verbal. Hal-hal seperti nada dan tingkah laku dapat mendukung atau  bahkan meniadakan isi verbal suatu pesan.
    6. Instrumentalities (instrumentalitas) : ini mengacu kepada tipe bahasa suatu komunitas bahasa. Ia dapat menyiratkan suatu jargon khusus dari suatu kelompok.
    7. Norms (norma) : Kaidah-kaidah yang tidak diucapkan menentukan komunikasi – jarak ketika orang bertatap muka, hubungan pandangan diantara mereka, kaidah tata bahasa, dan sebagainya.
    8. Genres (genus) : Mengacu kepada kategori-kategori tindakan komunikasi – pidato, do’a, guraman, peribahasa, penyelidikan, ucapan salam, ucapan perpisahan dsb. Misalnya istilah “kawanku sebangsa” adalah genus ritualistik yang dinyatakan untuk mengidentifikasikan bahwa si pembicara sebagai “salah seorang anak” bangsa itu.

PENGGUNAAN PEMBICARAAN POLITIK

Pembicaraan politik adalah suatu wacana dinamik dari kekuasaan, pengaruh dan kewenangan yang mendamaikan pertikaian melalui kegiatan simbolik (kata-kata politik). Pembicaraan politik menyelesaikan konflik sosial dengan menegosiasikan definisi makna kata-kata yang diperselisihkan (semantika) dan aturan permainan kata-kata (sintaktika). Untuk melengkapi uraian tentang pembicaraan politik untuk meyakinkan dan membangkitkan massa, autoritas sosial dan ungkapan personal.

MEYAKINKAN DAN MEMBANGKITKAN MASSA

Edelmam menulis: “Diantara makhluk hidup, hanya manusia yang merekontruksi kehidupan masa lalunya, mempersepsi kondisi masanya sekarang, dan mengantisipasi masa depannya melalui lambang-lambang yang mengikhtisarkan, menyaring, memadatkan, mendistorsikan, memindahkan, bahkan menciptakan apa yang oleh inderanya dijadikan perhatiannya.”

Pembicaraan Politik Dilaksanakan Dua Cara Pokok:

  1. Jaminan. Para pemimpin politik menggunakan simbol-simbol untuk memberikan jaminan kepada rakyat bahwa masalah sedang diatasi, meskipun sebetulnya relatif kecil yang telah dicapai oleh kebijakan yang berlaku. Kepentingan swasta dan pemerintah menggunakan suatu variasi dari apa yang oleh Bentley disebut “Struktur pikiran bahasa” untuk memperbesar keuntungannya. Bentuk struktur pikiran bahasa yang banyak digunakan adalah:
  1. Eufemisme, yaitu istilah yang tidak ofensif sebagai pengganti istilah yang dianggap tegas secara ofensif. Maksudnya agar aktualitas yang jelek itu menjadi diterima secara lingualistik. Contoh: Penaikkan harga menjadi penyesuaian harga, sogokan menjadi sumbangan yang tak diminta, penjara menjadi rumah permasyarakatan, ditahan menjadi diamankan, dll
  1. Puffery. Kata ini berasal dari “to puff” yang berarti meniup, membesar-besarkan, atau menyatakan secara berlebihan masalah penilaian dan opini subyektif dalam menaksir selera keindahan, kesenangan, popularitas, keawetan, dan sifat-sifat serupa. Contoh di bidang periklanan : Bangsa kita adalah bangsa pelaut, bangsa kita adalah bangsa yang peramah di dunia, bangsa kita adalah bangsa yang pemberani buktinya merebut kemerdekaan cukup dengan semangat berjuang dan bambu runcing.
  2. Metafora. Metafora adalah piranti bahasa yang menerangkan sesuatu yang tidak dikenal dengan mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang lebih langsung, jelas dan dikenal. Dalam pembicaraan politik, metafora meminta perhatian kepada hasil-hasil yang diinginnkan dari kebijakan yang diusulkan, sementara akibat-akibatnya yang kurang menguntungkan disembunyikan. Contoh: yang ditonjolkan hasil-hasil pembangunan, sementara korupsi dan kolusi tidak disinggung-singgung.
  3. Penggerak. Bentuk bahasa, kebijakan, lembaga dan tindakan para pemimpin politik melaksanakan fungsi kedua, yaitu melayani kepentingan pemerintah dan swasta dengan selubung jaminan publik. Mereka juga menggerakkan dan memobilisasi dukungan untuk bertindak. Contoh, pada sat-saat terancam : perang, krisis ekonomi, keadaan darurat, – imbauan untuk berkorban dapat membujuk warga negara untuk menerima atau mendukung. Mitos dan ritual adalah dua bentuk kata yang sangat penting dalam menggerakkan publik. Misalnya mitos tentang semangaat dan jiwa juang ’45, semangat dan jiwa orba .

AUTORITI SOSIAL

Piranti bahasa yang membantu kelompok-kelompok pemerintah dalam meningkatkan kepentingan material khusus mereka, juga penting dalam mengusahakan agar rakyat tunduk kepada autoritas. Pada akhirnya piranti-piranti itu akan menciptakan dan memperkuat kepercayaan, perasaan dan pengharapan bahwa beberapa orang mempunyai hak untuk memerintah karena mereka lebih patut daripada yang lain. Bentuk kata utama yang lain dari kata-kata tsb. di atas yang membangun hubungan antara pembicaraan dan status:

  1. Labeling atau labelisasi adalah penerapan kata-kata ofensif kepada individu, kelompok atau kegiatan. Misal “anti kemapanan”, “decident”, “anti orde baru”, phobi, dll.
  2. Asosiasi, merupakan penyamaan sebuah kata yang menunjukkan sifat-sifat negatif atau positif terhadap orang, kelas, atau perangkat tindakan. Contoh kata hitam diasosiasikan dengan kotor, mengerikan, gelap dan jahat, seperti “lembah hitam” = dunia pelacuran, dll. Mengasosiasikan kata putih dengan kemurnian, kesucian, dan kebersihan. Kata merah diasosiasikan dengan berani, gagah, dll. Misalnya warna bendera negara RI merah putih diasosiasikan berani untuk membela kebenaran.

PERSUASI POLITIK (Propaganda, periklanan dan retorika)

Pengertian dan Karakteristik

Pengertian.

  • Persuasi adalah suatu tindakan yang berdasarkan segi-segi psikologis, yang dapat membangkitkan kesadaran individu. (Oemi Abdurrachman, MA, 1989: 62).
  • Persuasi adalah usaha yang didasari untuk mengubah sikap, kepercayaan, atau perilaku orang melalui tranmisi pesan (Dan Nimmo, 1993: 119)

Karakteristik.

  1. Persuasi biasanya melibatkan tujuan atau persuasi adalah komunikasi yang bertujuan atau berkepentingan.
  2. Persuasi itu bersifat dialektis, artinya persuasi adalah proses timbal balik yang di dalamnya komunikator dengan sengaja atau tidak, menimbulkan perasaan responsif kepada orang lain.
  3. Bentuk tanggapan dan yang paling kentara ialah tindakan-tindakannya berisi ungkapan opini yang merefleksikan perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai dan pengharapan.

Persuasi politik sebagai propaganda.

  • Propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri dari individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi. (Jacques Ellul, 1993: 123)
  • Ciri-ciri propaganda:
  1. Komunikasi satu kepada orang banyak,
  1. Beroperasi terhadap orang-orang yang mengidentifikaasi diri mereka sebagai anggota kelompok,
  2. Sebagai mekanisme kontrol sosial dengan menggunakan persuasi untuk mencapai ketertiban.
  • Jadi propaganda adalah suatu syarat mekanisme kontrol sosial dengan menggunakan lambang untuk meningkatkan ketertiban sosial melalui kepercayaan bersama, nilai yang diakui bersama, dan pengharapan yang saling lingkup.

Tipe-tipe propaganda

  1. Propaganda yang disengaja yaitu dengan sengaja mengindoktrinasi komunikan dengan pandangan-pandangan tertentu. Contoh: Guru ekonomi dengan sengaja mengidoktrinasi siswa dengan pandangan Marxis.
  2. Propaganda yang tidak disengaja, yaitu jawaban spontan dari suatu pertanyaan dengan menunjukkan segi-segi positif dari suatu pandangan tertentu. Contoh: ketika guru ekonomi menjawab spontan pertanyaan siswanya dengan menunjukkan segi-segi positif ajaran Marxiz.

Leonard Doob membedakan propaganda menjadi :

  1. Propaganda yang tersembunyi, yaitu propagandis menyelubungi tujuan yang sebenarnya. Misalnya ketika seorang presiden menyelenggarakan konferensi pers dengan cara mengembalikan pertanyaan wartawan agar menguntungkan baginya.
  2. Propaganda terang-terangan menyiapkan tujuan yang sebenarnya. Contoh : ketika kandidat anggota DPR secara terang-terangan berusaha  memperoleh suara dalam pemilu.

Jacques Ellul membedakan propaganda menjadi;

  1. Propaganda politik, yaitu propaganda yang melibatkan usaha-usaha pemerintah, parpol atau golongan yang berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis atau taktis.
  2. Propaganda sosiologis, biasanya kurang kentara dan lebih berjangka panjang. Melalui propaganda ini orang disuntik dengan suatu cara hidup, suatu ideologi berangsur-angsur merembes ke dalam lembaga politik, sosial dan ekonomi.
  3. Agitasi, berusaha agar orang-orang bersedia memberikan pengorbanaan yang besar bagi tujan yang langsung, dengan mengorbankan jiwa mereka dalam usaha mewujudkan cita-cita.
  4. Integrasi menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka panjang. Melalui propaganda ini orang-orang diharapkan mengabdikan diri mereka kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu bertahun-tahun, bahkan selama mereka hidup.
  5. Propaganda vertikal, penebaran imbauannya ditujukan satu kepada banyak dan terutama mengandalkan media massa.
  6. Propaganda horizontal, imbauannya lebih banyak melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi ketimbang melalui komunikasi massa- misalnya anjang sono (convassing), pelatihan kader partai dsb.
  1. PERSUASI POLITIK SEBAGAI PERIKLANAN.

Periklanan ditujukan kepada setiap individu yang anonim, hubungan antara iklan denngan calon pembeli adalah hubungan langsung-tidak ada organisasi atau kepemimpinan yang seakan-akan dapat mengirimkan kelompok pembeli itu kepada penjual. Akan tetapi, setiap individu bertindak berdasarkan pilihannya sendiri.

Periklanan dapat dibedakan menjadi periklanan komersial dan periklanan non komersial. Periklanan politik termasuk ke dalam periklanan non komersial. Periklanan politik ialah  periklanan citra, yaitu imbauan yang ditujukan untuk membina reputasi pejabat pemerintah atau menghendaki menjadi pejabat pemerintah; memberi informasi kepada khalayak tentang kualifikasi, pengalaman, latar belakang, dan kepribadian seorang politikus, dan meningkatkan prospek pemilihan kandidat atau mempromosikan program dan kebijakan tertentu, misalnya iklan tentang pemilihan umum, dll.

  1. PERSUASI POLITIK SEBAGAI RETORIKA.

Retorika adalah komunikasi dua arah, satu kepada satu, dalam arti bahwa satu atau lebih (seseorang berbicara kepada beberapa orang maupun seseorang berbicara kepada seseorang) Masing-masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal baik.

Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi, yang berbeda dengan propaganda yang melibatkan mekanisme kontrol sosial dan periklanan mengandalkan keselektifan konvergen.

TIPE-TIPE RETORIKA POLITIK.

Aristoteles mengidentifikasi tiga cara pokok:

  1. Retorika liberatif, dirancang untuk mempegaruhi orang-orang dalam masalah kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif dari cara-cara alternatif dalam melakukan segala sesuatu. Fokusnya pada yang akan terjadi di masa depan, jika ditentukan kebijakan tertentu. Jadi si orator menciptakan dan memodifikasi pengharapan atas ihwal yang akan datang.
  2. Retorika forensik adalah yuridis. Ia berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban atau hukuman dan ganjaran. Settingnya yang biasa adalah ruang pengadilan, tetapi terjadinya di tempat lain, contohnya adalah pemeriksaan kasus pelecehan seksual dari presiden Clinton.
  3. Retorika demonstratif, adalah wacana yang memuji dan menjatuhkan. Tujuannya untuk memperkuat sifat baik dan sifat buruk seseorang, suatu lembaga, atau gagasan. Contoh: kampanye politik dan dukungan editorial dari surat-kabar, majalah, televisi danradio terhadap seseorang kandidat anggota parlemen.

TEKNIK PERSUASI POLITIK

Lembaga untuk analisis propaganda, menurunkan tujuh sarana untuk merangkum berbagai teknik propaganda terpenting untuk memanfaatkan kombinasi kata, tindakan, dan logika untuk tujuan persuasif:

  1. Penjulukan (name calling), yaitu memberi label buruk kepada gagasan, orang, objek, atau tujuan agar orang menolaknya tanpa menguji kenyataannya terlebih dulu.
  2. Iming-iming (glittering generalities), yaitu dengan menggunakan “kata yang baik” untuk melukiskan sesuatu agar memperoleh du’kungan, tanpa menyelidiki ketepatan asosiasi itu. Contoh: koperasi merupakan “sokongan guru” ekonomi pancasila. Generasi muda sebagai “pewaris masa depan”, dll.
  3. Transfer, yaitu mengidentifikasi suatu maksud dengan lambang otoritas. Contoh: H.M. Soeharto telah memenuhi syarat  untuk diangkat menjadi presiden ketujuh kalinya, demikianlah ujar Ketua Umum Golkar.
  4. Testimonial, menggunakan ucapan yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. Sarana yang paling mudah kita kenal dalam dukungan politik oleh suatu surat kabar, oleh tokoh terkenal, dll. Contoh: Menolong masyarakat “jangan hanya memberi ikan”.
  5. Merakyat (plain folk), imbauan yang menyatakan bahwa pembicara berpihak kepada khalayak dalam usaha bersama yang kolaboratif. Misalnya, saya salah seorang dari anda, hanya rakyat jelata.
  6. Memupuk kartu (card stacking), memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis atau tidak logis, dsb. Untuk membangun suatu kasus. Contoh: Apa yang saya ucapkan adalah “amar ma’ruf nahi munkar”, “orang bijak tepat bayar pajak”, dll.
  7. Gerobak musik (bandwagon technique); usaha untuk meyakinkan khalayak akan kepopuleran dan kebenaran tujuan sehingga setiap orang akan turut naik (turut serta). Contoh: dengan cara pawai atau arak-arakan dengan atau tanpa kendaraan dengan mengumandangkan yel-yel dan jargon.

GAYA PENYAJIAN RETORIKA

Selain gaya persuasif yang umum (gaya panas dan dingin) ada gaya retoris sbb:

  1. Ekshortif: mendesak khalayak bahwa ada masalah, bahwa sesuatu harus dilakukan, dan bahwa mereka harus mengambil tindakan. Misalnya mendesak penyelesaian krismon.
  2. Legal; menggunakan bahasa resmi yang melambangkan kesahihan dan kecermatan, dll.
  3. Birokratis; menggunakan jargon teknis, uraias yang berbelit-belit yang dikaitkan dengan kaidah (aturan).
  4. Tawar-menawar (negosiasi); memberi dan menerima kompromi, barter, balas jasa dan percakapan politik.
  5. Teretutup/terbuka; mengacu kepada ucapan yang berhati-hati dan mengkontraskan efek dari komunikator politik. Contoh tertutup : kampanye suatu jabatan yang menyatakan masih ragu, sedangkan contoh yang terbuka adalah kampanye Jimmy Carter.

9.   KHALAYAK KOMUNIKASI POLITIK (TO WHOM).

Dengan mengikuti paradigma Lasswell di bagian ini akan kita bahas mengenai “kepada siapa (to whom) pesan politik itu disampaikan” atau kita sebut saja dengan istilah khalayak Komunikasi Politik.

Khalayak adalah sejumlah orang yang heterogen. Mereka menjadi khalayak komunikasi politik segera setelah mereka “mengkristal” menjadi opini publik. Bagi Dan Nimmo, opini publik adalah abstraksi dari khalayak komunikasi politik.

Timbul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan opini publik itu. Sebelum sampai pada jawaban tsb., ada baiknya kita ketahui dahulu tentang pengertian opini. “Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui interpretasi personal yang diturunkan dari dan turut membentuk citra”. Atau secara sederhana, opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan diharapkan seseorang dari obyek-obyek dan situasi tertentu.” Tindakan tersebut bisa berupa pemberian suara, pernyataan verbal, dokumen tertulis, atau bahkan diam. Singkatnya, tindakan apapun yang bermakna adalah ungkapan opini.

Setiap opini merefleksikan organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga komponen : kepercayaan, nilai dan pengharapan.

Proses opini adalah hubungan atau kaitan antara (1) kepercayaan, nilai dan usul (harapan) yang dikemukakan oleh perseorangan di depan umum dengan (2) kebijakan yang dibuat oleh pejabat terpilih dalam mengatur perbuatan sosial dalam situasi konflik, yaitu dalam politik.

“Opini publik sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan dan usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas tercapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung konflik, perbantahan dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya”

Karakteristik Opini Publik.

    1. Terdapat isi (tentang sesuatu), arah (percaya atau tidak percaya, mendukung atau tidak mendukung), dan intensitas opini publik (kuat, sedang atau lemah).
    2. Kontroversi, artinya sesuatu yang tidak disepakati seluruh rakyat.
    3. Mempunyai volume berdasarkan kenyataan bahwa kontroversi itu menyentuh semua orang yang merasakan konsekuensi langsung dan tak langsung daripadanya meskipun mereka bukan pihak pada pertikaian yang semula.
  1. Sifatnya relatif tetap.
    1. Ciri lainnya adalah penampilannya yang pluralis.

Wajah Opini Publik

    1. Wajah opini massa, pengungkapan yang sebagian besar tidak terorganisasi yang disebut orang sebagai publik, komunitas, atau suasana publik.
    2. Wajah opini kelompok, pengungkapan tentang persetujuan berbagai kelompok.
    3. Wajah opini rakyat, yaitu penjumlahan opini perseorangan seperti yang diukur oleh polling dan survey politik, pemberian suara dalam pemilu, dsb.

Karena opini publik memiliki tiga wajah dan semuanya harus diperhitungkan dalam melukiskan proses opini, komunikator politik tidak pernah yakin benar siapa khalayaknya, apalagi apa yang ada dalam pikiran khalayak itu.

10.  SALURAN KOMUNIKASI POLITIK (WITH WHAT CHANNEL).

Saluran komunikasi adalah alat atau sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Ada tiga tipe utama saluran komunikasi politik, yaitu: saluran massa, imterpersonal dan organisasi.

Ada dua bentuk saluran massa, yaitu (1) komunikasi tatap muka, contoh: seorang kandiat politik berbicara di dalam rapat umum, dan (2) bentuk  kedua terjadi jika ada perantara yang ditempatkan di antara komunikator dan khalayak. Dalam bentuk ini media, teknologi, sarana dan alat komunikasi lainnya turut menyertainya. Misalnya pidato presiden melalui televisi. Kedua bentuk saluran komuikasi tsb. diatas merupakan tipe utama saluran yang menekankan komunikasi satu orang kepada orang banyak. Tipe ini oleh Dan Nimmo dinamakan komunikasi massa.

Tipe saluran berikutnya adalah saluran  komunikasi interpersonal atau antar personal, yaitu merupakan bentuk  hubungan seseorang kepada seseorang orang lain. Saluran ini pun bisa berbentuk tatap muka maupun berperantara misalnya menggunakan telepon. Misalnya dalam kampanye Pemilu seseorang kandidat memasang Hotline telepon yang memungkinkan pendukungnya bisa berbicara secara pribadi.

Akhirnya, saluran lewat manusia perangkat ketiga dalam komunikasi politik, yaitu komunikasi organisasi yang menggabungkan kedua tipe saluran tsb. di atas. Misalnya melalui sidang, kongres, edaran memorandum dll.

11. DENGAN AKIBAT APA (WITH WHAT EFFECT).

Berbagai ahli telah merangkum akibat potensial dari komunikasi politik dengan menggunakan kategori sbb:

    1. Akibat kognitif (menggugah kesadaran), yaitu dapat membedakan akibat politik jangka panjang dan akibat politik seketika. Konsekuensi komunikasi bisa menjadi dua dimensi; pertama, informasi awal menciptakan ambiguitas, kedua menyajikan informasi lebih rinci yang mengurangi dan memecahkan ambiguitas. Selain menciptakan dan memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, juga menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, dll.
    2. Akibat afektif (kecenderungan untuk suka atau tidak menyukai perubahan atas keputusan akibat komunikasi politik) Empat konsekuensi afektif yang potensial dari komunikasi politik, yaitu:
    • bisa menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik.
    • bisa memperkuat nilai komunikasi politik
    • bisa memperkecil nilai yang dianut.
    • bisa memindahkan situasi orang dari persuai yang satu kepada persuasi yang lain.
    1. Akibat partisipasi,  keterbukaan terhadap komunikasi politik dapat mempengaruhi orang untuk secara aktif dalam politik, di pihak lain bisa menekan partisipasi politik yang akibatnya bisa:
    1. Primer, jika orang yang dipengaruhi itu melibatkan diri secara langsung dalam proses komunikasi politik.
    2. Sekunder, jika orang tidak terlibat langsung dalam komunikasi politik terpengaruh oleh perubahan pada orang yang terlibat.

Konsekuensi primer dan sekunder dari komunikasi politik itu sangat jelas dalam kampanye politik.

Nimmo menyimpulkan bahwa efek penting komunikasi politik, sosialisasi politik, partisipasi politik, mempengaruhi pemilihan umum dan mempengaruhi para pejabat dalam mengambil kebijakan politik.

12. KOMUNIKASI POLITIK DALAM SISTEM POLITIK.

Sebagaimana diketahui konsep komunikasi politik dalam ilmu politik telah mengalami perkembangan dalam pengertiannya. Gabriel Almond mengkatagorikannnya sebagai salah satu dari empat fungsi input sistem politik. Para ahli yang memakai pendekatan komunikasi politik terhadap sistem politik telah menjadikan komunikasi politik sebagai penyebab bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik. Ia diibaratkan sebagai sirkulasi darah dalam tubuh. Bukan darahnya, tapi apa yang terkandung di dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup. Komunikasi politik, sebagai layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemprosesan dalam sistem politik; dan hasil pemprosesan itu tersimpul dalam fungsi-fungsi output, dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback.

Begitulah, pendapat  DR Alfian bahwa komunikasi politik menjadikan sistem politik hidup dan dinamis.

Dengan lain perkataan, komunikasi politik mempersambungkan semua bagian dari sistem politik, masa kini dan masa lampau, sehingga dengan demikian aspirasi dan kepentingan dikonversikan menjadi kebijakan-kebijakan. Jika komunikasi politik  itu berjalan lancar, wajar dan sehat maka sistem politik itu akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta tuntutan perubahan zaman. Hal itu biasanya terjadi pada sistem politik yang handal, yaitu sistem politik yang mampu mengembangkan kapasitas dan kapa’belitasnya secara terus-menerus.

Dalam seluruh proses komunikasi politik ini, media massa baik tercetak  maupun elektronik, memainkan peranan yang amat penting, di samping saluran-saluran lainnya seperti tatap muka, surat-menyurat, media tradisional, organisasi, keluarga dan pergaulan.

Sebagaimana dapat dilihat, pada tiap bagian dari sistem politik terjadi komunikasi politik, mulai dari proses penanaman nilai (sosialisai dan pendidikan politik) sampai pada pengartikulasikan dan penghimpunan aspirasi dan kepentingan, terus kepada proses pengambilan kebijakan, pelaksanaannya dan penilaian terhadap kebijakan tsb. Setiap bagian atau tahap itu dipersambungkan pula oleh komunikasi politik.

Demikianlah, secara stimulan, timbal balik, vertikal maupun horisontal dalam suatu sistem politik yang handal, sehat dan demokratis komunikasi politik terjadi pada tiap bagiannya dan pada keseluruhan sistem politik itu. Sistem politik seperti itu sudah berhasil mejadikan dirinya sistem politik yang mapan, yaitu sistem politik yang memiliki kualitas kemandirian yang tinggi untuk mengembangkan dirinya  terus-menerus. Itulah sistem politik yang sudah tinggal landas, mengangkasa secara self-sustainable.

Lebih jauh dapat  digambarkan peranan penting komunikasi politik dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kehandalan suatu sistem politik yang sudah mapan. Ia berperan penting sekali dalam memelihara dan mengembangkan budaya politik yang ada dan berlaku yang telah menjadi landasan yang mentap dari sistem politik yang mapan dan handal itu. Komunikasi politik mentrasmisikan nilai-nilai budaya politik yang bersumber dari pandangan hidup atau ideologi bersama masyarakatnya kepada generasi baru, dan memperkuat proses pembudayaannya dalam dirir generasi yang lebih tua. Dengan demikian, budaya politik itu terpelihara dengan baik, bahkan makin berakar dan terus berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bersamaan dengan itu komunikasi politik yang ada dan berlaku menyatu dengan dan menjadi bagian integral dari budaya politik tersebut. Ia berakar, hidup dan berkembang bersama-sama dengan budaya politiknya.

Biasanya budaya politik seperti itu hadir dan berkembang dalam sistem politik demokratis yang memiliki ideologi terbuka. Bukan dalam sistem politik otoriter/totaliter dengan ideologi tertutup.

Dalam sistem politik otoriter toteliter, penguasa biasanya mengetahui makna penting dari komunikasi politik dan memanfaatkannya untuk memelihara dan memperkuat kekuasaannya, termasuk sebagai senjata untuk menteror mental masyarakatnya agar mereka taat dan patuh kepada kekuasaannya yang menakutkan dan semena-mena.

Sifat komunikasi politik dalam sistem politik otoriter/totaliter adalah satu arah, yaitu dari atas ke bawah, dari penguasa kepada masyarakat, oleh karena itu bersifat indoktrinatif. Masyarakat merasa tidak berdaya untuk mengutarakan pandangan, pemikiran, pendapat, aspirasi dan kepentingan mereka yang murni, dan oleh karena itu mereka pendam saja bersama-sama rasa ketakutan dan rasa tertindas yang menyesakkan.

Suatu sistem politik demokratis tak mungkin bertahan tanpa dilandasi atau didukung oleh budaya politik yang relevan dengannya. Apalagi untuk meningkatkan kualitasnya menjadi suatu sistem politik yang mapan dan handal. Dari situ tersimpul betapa pentingnya makna peranan komunikasi politik di dalamnya. Peranan amat penting komunikasi politik itu hanya mungkin terjadi bilamana ia betul-betul menyatu dan menjadi bagian integral dari sistem dan budaya politik demokrasi itu. Ia berakar didalamnya hidup dan berkembang bersamanya.

Sifat terbuka ideologi sistem politik demokratis memungkinkan dan bahkan mengkhendaki komunikasi politik mengembangkan dialog yang  wajar dan sehat, dua arah atau timbal balik secara vertikal maupun horisontal.

13. ARTI PENTING KOMUNIKASI POLITIK DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL.

Kebijaksanaan politik luar negeri adalah perumusan tentang sikap, arah tindak (course of action) dan tujuan yang hendak dicapai (aspired objective) suatu bangsa melalui penyelenggaraan politik internasional. Kebijaksanaan luar negeri tidak berarti sekedar penerapan keluar yang berdiri sendiri, melainkan ke dalam harus terkait pada kebijaksanaan nasional pada umumnya, yang dirumuskan dari tahap ke tahap sejalan dengan perkembangan kondisi menyeluruh di dalam negeri. Demikianlah, maka seringkali dikatakan bahwa kebijaksanaan politik luar negeri suatu bangsa adalah pantulan (refleksi) atau perpanjangan (extension) daripada kondisi nyata di dalam negeri bangsa yang bersangkutan.

Kebijaksanaan politik  luar negeri dan politik internasional pada pokoknya berkaitan dengan tiga variabel determinan yaitu kepentingan nasional, kemampuan nasional dan kondisi serta dinamika internasional.

Setiap negara merumuskan kebijaksanaan politik luar negerinya atas ketentuan bahwa pelaksanaannya akan menguntungkan bagi kepentingan nasional (to promote national interest). Ukuran kepentingan nasional itu berkisar pada dua kerangka yaitu (a) diukur dari kepentingan keselamatan dan keamanan nasional, dan (b) diukur dari peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

Kedua hal ini bersangkutan dengan kepentingan nasional yang paling mendasar, yaitu apa yang lazim disebut sebagai national survival value. Sudah tentu pengertian kepentingan kepentingan nasional itu selanjutnya memperoleh perinciannya, akan tetapi secara umum maka kaitan langsungnya adalah dengan nilai bertahannya suatu kehidupan kebangsaan.

Determinan ini senantiasa berlaku dalam merumuskan kebijaksanaan politik luar negeri dan politik internasional. Karena betapapun juga tak mungkin suatu bangsa bersedia mengorbankan kepentingannya, apalagi kemerdekaan dan kedaulatannya, betapapun keuntungan sementara yang bisa diperoleh dari suatu hubungan dengan bangsa atau negara lain. Dari sini tampak bahwa komunikasi politik merupakan pula landasan untuk terwujudnya integritas dan loyalitas nasional bangsa dalam suatu negara.

Determinan lain yang tidak bisa diabaikan ialah kemampuan yang dimiliki oleh suatu bangsa baik aktual maupun potensial yang disebut kemampuan nasional. Hal  dimaksud berkaitan dengan persepsi bangsa yang bersangkutan tentang kemampuannya sendiri. Dengan kemampuan disini berarti bahwa segenap daya bangsa, baik yang manifest maupun yang masih laten berupa sumber daya (resources) yang melekat pada bangsa yang bersangkutan.

Secara umum dapat dirumuskan bahwa determinan kemajuan nasional adalah resultante daripada interaksi antara sumber daya alam dengan sumber-daya manusia di wilayah suatu negara. Suatu bangsa mungkin saja memiliki sumber daya alam yang kaya, akan tetapi tidak memiliki sumber-daya manusia yang mampu untuk melakukan eksploitasi maksimal daripada sumber-daya alamnya. Atau sebaliknya, suatu bangsa memiliki sumber-daya manusia yang tinggi kemampuannya, akan tetapi sangat terbatas pemilikannya terhadap sumber daya alam dalam batas-batas wilayah negaranya. Kemampuan nasional suatu bangsa sangat ditentukan oleh sejauh mana interaksi terjadi antarar kedua sumber daya itu. Hal tersebut berkaitan erat dengan kapabilitas akstraktif sistem politik dimana komunikasi politik merupakan salah satu unsur masukannya.

Bagian yang sangat penting dan diperhitungkan dalam membahas determinan kemampuan nasional ialah kondisi geografis satu bangsa. Apakah bangsa itu menghuni wilayah yang terkepung daratan (landlocked country), ataukah menghuni wilayah kenusantaraan (archipelago). Apakah bangsa itu berbatasan dengan sejumlah besar negara-negara lain, atau hanya berbatasan dengan satu atau dua negara saja. Apakah negara itu berbatasan dengan negara sangat kuat dan besar, atau berbatasan dengan negara yang sangat lemah dan kecil. Kesemuanya itu tentunya  menuntut pemikiran yang berbeda dalam merancang kebijaksanaan luar negerinya masing-masing. Sistem bela diri masing-masing tentunya dibina dengan pertimbangan kondisi geografisnya. Bangsa yang menghuni wilayah kenusantaraan tentunya  akan memberi keutamaan dalam membina kekuatan mariitmnya. Bangsa yang menghuni wilayah dengan ilkim troppik tentunya akan juga menyesuaikan pembinaan sistem bela dirinya dengan cuaca tropik.

Pendeknya faktor geografi telah menjadi unsur yang penting dalam menilai determinan kemampuan nasional. Faktor geografi itu tidak mungkin diabaikan, oleh karena geografi sesuatu bangsa tidak bisa dipertukarkan dengan wilayah lain dan tidak juga bisa dirubah batas-batasnya tanpa menimbulkan sengketa dengan bangsa-bangsa lain sekawasan. Kepentingan faktor geografi antara lain kemudian diperkembangkan sebagai dasar geopolitik dan geostrategi. Memang tidak dapat disangkal bahwa faktor geografi itu tidak bisa diabaikan dalam membina kemampuan nasional. Namun geopolitik bertitik tolak dari kenyataan geografi sebagai faktor utama (kalau tidak tunggal) yang menentukan nilai kekuatan dan nasib suatu bangsa. Geopolitik bertitik tolak pada dasar pemikiran, bahwa …..the factor of geography (as) an absolute that is supposed to determine the power, and hence the fate, of nations.

Determinan ketiga ialah kondisi internasional dengan sifatnya yang dinamik, Setiap negara dapat mmerumuskan kebijaksanaan politik luar negerinya, tetapi tidak akan mungkin mengatur dan menetapkan proses dinamika internasional sebagai akibat dari interaksi terus-menerus antara bangsa-bangsa di dunia. Dinamika internasional tidak senantiasa menampilkan situasi yang sesuai dengan keinginan individual negara, bahkan adakalanya yang menggejala dalam forum internasional bisa bertentangan dengan apa yang didambakan. Jangankan kekuatan-kekuatan ang sedang dan kecil, kekuatan raksasa sekalipun tidak selalu mampu menguasai pengendalian atas dinamika internasional.

Oleh karenanya maka kebijaksanaan politik luar negeri harus menyediakan cukup ruang gerak dan ruang penyiasatan, sehingga penyesuaian-penyesuaian terhadap dinamika internasional dapat dilakukan. Penyesuaian-penyesuaian itu tentunya tidak bisa keluar batas dari unsur-unsur yang konstan sebagai pedomannya, yaitu ideologi dan konstitusi. Dengan berpedoman pada kedua unsur konstan itu, maka segala penyesuaian dan penyiasatan dapat dilaksanakan dalam bats-batas yang menjamin adanya konsistensi dalam olitik luar negeri.

Pelaksanaan politik luar negeri soleh suatu negara adalah salah satu petunjuk yang menegaskan kemersdekaan dan kedaulatan negara itu. Sebab dengan melaksanakan politik luar negerinya suatu negara mendudukkan diri dalam pergaulan antar negara dan sekaligus menentukan sikap dan mengambil posisinya dalam dinamika pergaulan internasional.

Karena situasi internasional tidak statik, bahkan sarat dengan berbagai pola dan kecenderungan perkembangan, maka kebijaksanaan yang dijadikan landasan bagi pelaksanaan politik luar negeri selslu memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan dinamika dan perkembangan baru.

Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan itu tentunya tidak didasarkan pada azas oportunisme dan tidak juga pasivisme yang sekedar ikut arus. Untuk menjamin agar penyesuaian-penyesuaian itu terjaga dari penyimpangan-penyimpangan prinsipil dan tetap memiliki kesadaran arah (sense of direction) , maka politik luar negeri secara ideal perlu melakukan penyesuaian-penytesuain terhadap dinamika dan perkembangan baru sambil tetap berkembang pada beberapa pedoman asasi yang konstan.

Pedoman asasi yang bersifat konstan adalah ideologi dan konstitusi. Ideologi merupakan susila kehidupan kebangsaan yang seharusnya bukan saja merupakan naungan ideologi bagi pelaksanaan politik luar negeeri melainkan jugga harus dimanifestasikan pada perilaku dalam pergaulan internasional.

Konstitusi idealnya mendasari politik luar negeri dan  bagi Indonesia harus merupakan manifestasi dari apa yang termaksud dalam embukaan UUD – 1945, yang mengatakan bahwa”kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan”..dan bahwa pemerintah/negara berkewajiban … “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia  dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.: Untuk itu komunikasi politik yang berhimpitan landasan ideal normatif dengan tujuan internasional Indonesia merupakan sarana penunjang keberhasilan politik luar negeri.

14. INTERAKSI HUBUNGAN DALAM KOMUNIKASI POLITIK.

Selama ini diketahui bahwa esensi politik domestik dan politik internasional pada hakekatnya sama, walaupun manifestasi antara keduanya berbeda sebagai akibat perbedaan lingkungan. Lingkungan politik internasional adalah anarkis, sedangkan politik domestik non-anarkis.  Disamping itu juga diketahui bahwa dalam seluruh sistem politik, baik yang lokal, nasional, region, maupun internasiional, terkandung tiga pola interaksi hubungan yang berdimensi komunikasi politik. Pertama, interaksi kompetitif dimana pencapaian tujuan oleh suatu aktor politik tidak berjalan sejajar dengan tujuan aktor-aktor politik lainnya. Kedua, interaksi kooperatif di mana pencapaian tujuan dipermudah dengan usaha kerjasama dan saling melengkapi antara berbagai aktor politik. Ketiga, interaksi kompetitif-kooperatif di mana para aktor politik mengejar tujuan ganda, sebagian tujuan tidak sejalan dan menimbulkan ketegangan, sedangkan sebagian tujuan lainnya sama sehingga dapat dicapai dengan kerjasama dan usaha yang saling melengkapi. Untuk lebih menjelaskan ketiga politik horizontal itu dapat dikemukakan contoh-contoh berikut baik dalam tingkatan domestik maupun tingkatan internasional.

Interaksi politik kompetitif biasanya mengambil bentuk zero-sum game. Ini berarti bahwa ada satu aktor yang menang penuh dan aktor lainnya kalah secara nyata. Dalam politik nasional, zero-sum game ini dapat dilihat bila ada beberapa calon presiden, yang berkompetisi merebut kursi kepresidenan. Calon yang akhirnya meraih kursi kepresidenan itu berarti menang penuh, sedang calon-calon lain memperoleh zero atau nol. Dalam politik  internasional, interaksi kompetitif misalnya terlihat dalam perlombaan persenjataan. Tujuan pihak yang satu untuk mencapai keunggulan sudah barang tentu tidak sejalan (incompatible) dengan tujuan pihak lainnya. Demikian juga dalam usaha perluasan ideologi yang dilakukan oleh dua super power atas suatu negara di dunia ketiga misalnya, terdapat interaksi kompetitif. Suatu negara yang sudah jatuh ke dalam suatu ideologi tertentu menjadi tidak sesjalan dengan maksud pihak  yang menginginkan agar negara itu bersedia memeluk ideologi lainnya. Interaksi kompetitif murni dalam politik internasional terutama dapat dilihat dalam proses perang total, di mana seseorang pemenang dapat memperoleh suatu imperium sedang yang kalah bisa kehilangan entitas politiknya yang otonom. Karena mekanisme kontrol atas konflik internasional sangat lemah atau bahkan tidak ada maka interaksi kompetitif seringkali mengambil bentuk konfrontasi militer.

Interaksi politik kooperatif sesungguhnya merupakan bagian sentral dalam proses komunikasi politik, tetapi sering diabaikan orang. Sebagai lawan zero-sum game dalam interaksi kompetitif, interaksi kooperatif dapat membuahkan hasil yang dapat dipetik bersama setiap pemain, dalam hal ini negara-negara, dapat menang semuanya. Bentuk kooperatif proses politik di dalam negeri misalnya adalah pemerintahan koalisi dari berbagai partai yang mendukung suatu program bersama. Tanpa adanya kondisi tersebut  mungkin sekali terjadi suatu instabilitas politik. Sedang contoh dalam politik internasional adalah organisasi-organisasi regional maupun aliansi militer untuk meningkatkan keamanan kolektif para anggotanya. Dalam proses perundingan pembatasan senjata, sesungguhnya juga terdapat kerjasama antar negara yang sangat sentral sifatnya untuk meningkatkan keamanan masing-masing sambil mengurangi bahaya perang yang sangat dekstruktif. Walaupun tidak kelihatan secara spektakuler, kerjasama internasional juga mencakup pernyataan-pernyataan dukungan diplomatik, pemberian bantuan luar negeri, pemakaian bersama fasilitas-fasilitas komunikasi dan transportasi modern, dan aneka ragam kerjasama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi. Surat kabar jarang memberitakan tentang hal-hal seperti ini, akan tetapi jarangnya berita tentang hal-hal  di atas tidak mengurangi arti penting kerjasama dalam politik internasional.

Akhirnya perlu dicatat bahwa interaksi politik tidak selalu sepenuhnya kompetitif atau sepenuhnya kooperatif, karena terlalu banyak interaksi politik sekaligus bersifat kooperatif dan kompetitif sebagai manifestasi komunikasi politik horizontal. Sebagai misal partai-partai dalam suatu negara dapat saling bersaing dengan sengit untuk memperebutkan kursi sebanyak mungkin dalam dewan perwakilan rakyat, tetapi pada saat yang sama partai-partai tersebut bekerjasama membela negaranya dari suatu kekuatan subversif yang dapat menggoncangkan stabilitas politik. Contoh dalam politik internasional yang paling terkenal adalah peaceful coexistence antara kedua super power. Dalam kaitan dengan koeksitensi secara damai, baik Amerika Serikat maupun Uni soviet tetap dengan penuh semangat mengejar masing-masing yang tidak sejalan akan tetapi pada saat yang sama mereka bekerjasama untuk membatasi kompetisi mereka secara non-violent. Ini berarti bahwa kedua negara bekerjasama agar persaingan mereka tidak pernah melampaui ambang nuklir (nuclear threshold). Gambaran tentang dunia masa depan bagi keduia negara jelas sangat bertentangan, akan tetapi kedua negara bersepakat untuk tidak membangun masa depan masing-masing di atas reruntuhan peradaban akibat perang nuklir.

Politik internasional pada dasarnya memang suatu politik anarkis (politics of anarchy) atau suatu politik tanpa pemerintahan (politics without government). Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa setiap negara kemudian berada dalam suasana perang dengan negara lainnya., Seperti telah dikemukakan, hubungan antar negara tidak selalu kompetitif yang menuju pada konflik dan perang, tetapi juga bersifat kooperatif ataupun sekaligus kompetitif daan kooperatif. Dalam pada itu state of war politik internasional tidak harus menjurus kepada peperangan, berhubung selalu ada usaha para negarawan dan diplomat untuk memperlunak akibat anarki yang berlangsung antar bangsa.

Di sini dapat disebutkan bahwa hukum internasional dan diplomasi sangat berfaedah untuk memecahkan konflik antar bangsa. Pada batas tertentu hukum intenasional dapat memberikan norma-norma tingkah laku bagi pergaulan antar bangsa dan mekanisme pemecahan konflik. Memang tidak atau belum ada suatu pemerintahan dunia yang dapat memaksakan  berlakunya hukum internasional, namun efektivitas hukum internasional berasal dari kesediaan negara-negara untuk mentaatinya. Bila pertikaian yang tejadi tidak menyangkut kepentingan-kepentingan vital, banyak negara yang mau menerima penyelesaian hukum, walaupun penyelesaian itu tidak sepenuhnya memuaskan. Penerimaan itu dapat berdasarkan suatu preseden atau prinsip-prinsip yang mengharuskan bahwa kompromi harus diambil. Kebanyakan hukum internasional mencerminkan suatu konsensus di antara negara-negara tentang apa yang dianggap sama-sama menguntungkan, misalnya aturan-aturan yang mengatur komunikasi internasioonal.

Selain hukum internasional, diplomasi dapat juga melancarkan kerjasama antar bangsa dan menyelesaikan perselisihan di antara meraka. Jika diplomasi dilakukan dengan lincah dan realistik,, yaitu dengan memperhitungkan kepentingan-kepentingan sah dari pihak-pihak yang terlibat, diplomasi dapat mencegah timbulnya perang. Perlu kiranya dicatat bahwa para negarawan telah memanfaatkan hukum internasional dan diplomasi dalam suatu sistem keseimbangan kekuatan (balance of power). Balance of power atau sekarang balance of terror merupakan suatu sistem dan cara yang ditempuh dalam pergaulan antar bangsa di mana stabilitas internasional dapat dicapai melalui usaha negara-negara secara individual, apakah masing-masing negara itu secara sengaja mengejar tujuan stabilitas ataukah tidak.

Dalam hal ini orang sering membuat analogi pengejaran kekuasaan atau kekuatan yang dilakukan oleh setiap negara dengan teori Adam Smith dalam bidang ekonomi. Menurut Smith, jika setiap orang memburu kepentingannya sendiri, maka interaksi egoisme masing-masing individu justru akan meningkatkan kekayaan nasional. Demikian juga para sarjana hubungan internasional mengajukan alasan, jika setiap negara mengejar kekuasaan bahkan dengan kemungkinan merugikan negara lain, maka tidak ada satupun negara pun yang akan mempunyai dominasi. Jadi pada kedua kasus ini kepentingan bersama malahan akan terpelihara, sebagai hasil dari berbagai aksi internasional yang selfish. Kendatipun demikian perlu dicatat bahwa sistem keseimbangan kekuatan kadang-kadang gagal dalam mencegah kemungkinan suatu negara atau kelompok negara-negara merebut hegemoni dan dapat menjamin adanya ekuilibrum, tetapi belum dapat menbjamin tercapainya perdamaian.

Setelah perang Dunia I dan II, para negarawan berusaha untuk membuat suatu inovasi untuk melestarikan perdamaian dan mencegah perang, yaitu dengan membuat organisasi yang benar-benar bersifat internasional, berwujud Liga Bangsa-bangsa dan perserikatan bangsa-bangsa. Perserikatan bangsa-bangsa dilahirkan dengan maksud untuk mencegah pecahnya perang dunia ketiga dan untuk tidak mengulangi kelemahan-kelemahan Liga Bangsa-Bangsa. Keberhasilan PBB sejak semula tidak dikaitkan dengan kerjasama antara negara-negara besar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika organisasi ini belum dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan, berhubung konflik kepentingan antara negara-negara besar dan antara super power masih terlalu sering terjadi. Walaupun demikian PBB telah melakukan beberapa fungsi penting, antara lain sebagai forum untuk melemparkan keluhan dan protes berbagai negara, sebagai tempat untuk menjajaki kemungkinan-kemungkinan solusi terhadap sesuatu masalah internasional yang mendesak, dan sebagai suatu mekanisme untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil bersama. Dalam kenyataan PBB dapat menjadi alat yang cukup efektif untuk menyelesaikan pertikaian internasional, selama kepentingan vital superpower tidak dirugikan atau selama kepentingan vital negara-negara yang bersengketa tidak dalam bahaya. Di samping PBB, suatu fenomena yang muncul setelah perang Dunia II adalah banyaknya organisasi-organisasi regional misalnya pasaran bersama Eropa, ASEAN di asia tenggara dan SPF di pasifik selatan. Organisasi regional yang menjurus pada suatu konfederasi negara-negara anggota besar kemungkinan akan dapat mencegah perang sesama mereka bahkan mungkin menjalin kerjasama antar organisasi regional.

15. KEDEKATAN GEOGRAFIS DALAM KOMUNIKASI POLITIK  INDONESIA

Indonesia bagian timur berbatasan langsung dengan kawasan Pasifik Selatan khususnya antara Propinsi Irian Jaya dan Papua New Guinea. Kedekatan geografis ini pada satu sisi, terutama dari segi historis telah menimbulkan serentetan masalah baik yang berdimensi internal-domestik maupun yang berdimensi hubungan bilateral dan regional. Meskipun pada sisi lain apabila dipandang dari segi pendekatan lingkungan dan kerjasama internasional berpotensi untuk menjalin ketahanan regional yang dapat memperkuat ketahanan nasional masing-masing negara di kawasan Pasifik Selatan dan Barat Daya.

Pada dimensi internal-domestik tampak gejala-gejala disintegrasi politik yang sangat sensitif dalam rangka pembinaan negara kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana halnya dengan masalah-masalah internal-domestik pada banyak negara lain, masalah inipun bukan tak mungkin dapat mengundang campur tangan pihak luar. Misalnya saja karena masalah domestik di Irian Jaya mengakibatkan pelintas batas Irian Jaya-PNG dan pada gilirannya membawam masalah pengungsi pada pihak  PNG yang mengaitkan masalah dalam hubungan bilateral Indonesia dengan PNG. Meskipun sebenarnya gejala-gejala disintegrasi politik di bagian timur Indonesia khususnya di Irian Jaya dapat pula merupakan kerikil-kerikil tajam dalam perjalanan pembangunan (yang tidak semestinya ada) sehingga dapat mengundang perhataian Pemerintah Pusat RI, dengan mengggeser sentra-sentra pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur yang berbatasan langsung dengan Pasifik Selatan.

Pada dimensi eksternal bilateral dan regional kedekatan geografis antara Indonesia dan Papua New Guinea telah membawa masalah-masalah bilateral namun berpotensi untuk memperkuat keterikatan politik dan fungsionalitas ekonomi yang dapat meningkatkan ketahanan regional. Masalah bilateral antara Indonesia dan PNG antara lain adalah masalah perbatasan, masalah pelintas, masalah transmigrasi yang menimbulkan isu Jawanisasi dan islamisasi, dan  masalah OPM yang berkeliaran di PNG. Namun pada tahapan perkembangan sekarang tampak intensitas masalah bilateral itu menjadi rendah yang pada gilirannya membawa kecenderungan kerjasama bilateral yang ditandatangani perjanjian saling menghormati, persahabatan dan kerjasama antara RI dan PNG. Perjanjian tersebut disambut baik oleh negara-negara Pasifik Selatan lainnya termasuk Australia dan Selandia baru.

Meskipun demikian harus diakui bahwa Indonesia memiliki masalah internal-domestik yang berpeluang bagi propaganda dan komunikasi internasional, terutama di bagian timur Indonesia. Masalah yang dihadapi di Indonesia bagian Timur, terutama mencakup dua hal yang menyangkut integrasi politik. Pertama, adalah masalah integrasi politik yang lebih banyak diwarnai oleh dimensi horisontal. Kedua, sama halnya dengan Republik Maluku Selatan, proses integrasi politik di Irian Jaya juga dihadang oleh gerakan-gerakan yang bersifat separatis dan bukan dalam bentuk protes seperti yang terjadi di kebanyakan daerah lain. Dari segi hubungan internasional masalah tersebut juga dapat mengundang campur tangan dari luar.

Paralel dengan gerakan-gerakan separatis di Irian Jaya tersebar pul;a gagasan Melanesian Brotherhood Solidarity di Pasifik selatan. Gagasan itu merambah ke Irian Jaya sehingga mempertajam rasa perbedaan antara suku-suku di Irian Jaya, dengan suku-suku Indonesia lainnya. Tambah lagi setelah program transmigrasi meluas meliputi daerah Irian Jaya, maka OPM menghembus-hembuskan sentimen kesukuan, diskriminasi, jawanisasi islamisasi, dll. Masalah tersebut berkembang dan pada gilirannya menjadikan masalah pelintas batas Irian Jaya ke PNG membawa dampak politis. Disinilah letak dimensi eksternal bilateral masalah integrasi politik di Irian Jaya.

Hubungan Indonesia dengan Papua New Guinea yang kait-mengkait dengan masalah integrasi politik di Irian Jaya dapat pula mengundang permasalahan regional. Karena itu Indonesia perlu menempuh langkah-langkah positif yang baik bagi dirinya dan tidak menimbulkan purbasangka di pihak PNG dan negara-negara Pasifik selatan lainnya. Salah satu diantaranya mempercepat pengembangan  Irian Jaya dalam proses pembangunan di Indonesia pada umumnya, sambil memperhatikan keadaan psikologis dan antropologis yang ada di Irian Jaya sendiri. Bila Indonesia berhasil dalam bidang ini, maka akan mempunyai dampak yang positif terhadap hubungan Indonesia dengan negara-negara baru di Pasifik Selatan, bahkan juga dengan Australia. Disitulah dimensi eksternal-regional hubungan RI-PNG yang kini telah membuka lembaran baru dengan penandatanganan treaty of Mutual Respect, Friendship and Cooperation di Port Moresby tangggal 27 Otober 1986.

Kini hubungan bilateral Indonesia PNG cenderung bersahabat. Saling kunjung-mengunjungi antara kedua nengara menunjukkan intensitas yang meningkat. Juga perundingan-perundingan bilateral berlangsung dengan lancar misalnya saja pertemuan Joint Border Committee-JBC telah berlangsung beberapa kali. Salah satu diantaranya adalah pertemuan keempat Komite Perbatasan, yang berlangsung tanggal 10-11 November 1987 di propinsi Madang PNG dimana dibicarakan tentang survai dan demarkasi hubungan komunikasi Jayapura-Vanimo, saling tukar informasi tentang hasil pembangunan kedua belah pihak di perbatasan RI-PNG, menilai perlu adanya perjanjian bilateral menyangkut SAR, dan memperbaiki prosedur kerja JBC agar menjadi lebih efisien. Selain itu hubungan bersahabat dari kedua negara juga tidak terpengaruh dari kasus Ted Diro yang menurut pemberitaan surat kabar-surat kabar PNG dan Australia, mendapat bantuan uang  kontan dari Jendral Benny Murdani dari Indonesia untuk pembiayaan kampanye pemilihan umum 1987.

Pernyataan-pernyataan kalangan pemerintah PNG sejak penandatangan perjanjian MRFC antara RI-PNG pada umumnya baik dan positif. PM PNG Paias Wingti pada akhir tahun 1987 pernah menegaskan bahwa PNG bisa belajar banyak dari Indonesia mengenai teknologi sederhana dan teknologi terapan untuk meningkatkan produksi pangan. Dalam hal ini RI diharapkan membantu program pembangunan pedesaan di PNG. Pada awal tahun 1988 ketika Paias Wingti berkunjung ke Indonesia ditegaskannya lagi bahwa pola hubungan RI-PNG telah bergeser dari soal pelintas batas kepada soal kerjasama dalam bidang perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan penanaman modal. Di bidang perdagangan misalnya pada tahapan awal PNG bisa mengimpor hasil-hasil produksi industri ringan, alat-alat listrik,  dll dari Indonesia. Di bidang penanaman modal, lembaga-lembaga keuangan Insonesia bisa melihat kemungkinan-kemungkinan dalam pembangunan hotel dan pariwisata.

Perubahan sikap PNG dalam menjalankan politik luar negerinya terhadap Indonesia dan Australia merupakan bagian dari  perubahan politik luar negeri PNG terhadap negara-negara tetangganya. Terutama,dengan negara-negara yang berbatasan langsung dengan PNG, seperti Indonesia, Australia, Kepulauan Solomon dan Vanuatu. Terhadap Australia saja misalnya PNG menempuh kebijaksanaan dengan memperbesar investasi Australia dan meningkatkan perdagangan dengan Australia. Sementara itu menurunkan bantuan Australia terhadap budget menjadi 16 % dari 30 % sebelum Paias Wingti menjadi perdana menteri. Penurunan bantuan Australia terhadap anggaran PNG pada tahun 1988 menjadi 10 persen.

Penataan hubungan baik PNG dengan negara-negara tetangganya ditandai dengan inisiatif-inisiatif hubungan bilateral. Dengan Indonesia dilakukan TMRFC. Seperangakat deklarasi bersama tentnang prinsip-prinsip hubungan baik dengan Australia, juga terhadap kepulauan Solomon dan Vanuatu. Khusus terhadap hubungan  dengan Indonesia PM Paias Wingti pernah mengakui bahwa Indonesia mempunyai persamaan pendapat dalaam hal pentingnya kawasan Pasifik Barat Daya menjadi kawasan yang stabil dan damai agar pembangunan ekonomi dan taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan.

Dari pihak Indonesia kondisi hubungan bilateral yang bersahabat dengan PNG hendaknya merupakan peluang untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan teknik. Ekonomi PNG menunjukkan trend yang semakin terbuka. Hal ini ditandai dengan perbandingan/ratio antara neraca perdagangan ekspor impor Indonesia terhadapa PNG semakin meningkat.

Dari segi keungan negara, tingkat self relience pemerintah PNG pada tahun1985 sebesar 75 %. Angka self reliance sebesar ini mencerminkan adanya peluang kerjasama dalam bidang keuangan negara sebesar 30 persen. Peluang itu lebih relevan lagi apabila diingat bahwa PNG cenderung mengurangi tingkat ketergantungan bantuan budget Australia terhadap dirinya.

Dalam bidang kerjasama teknik dan keterampilan khusus pihak Indonesia dapat memberikan bantuan latihan-latihan yang berjangka pendek dalam bidang penyuluhan pertaniann, kursus-kursus tambang, industri kecil, latihan dalam bidang komunikasi dan eksplorasi minyak. Namun program semacam ini pula dapat mengundang keterlibatan pihak ketiga misalnya Australia atau Selandia Baru apabila pelaksanaan bantuan latihan itu harus dilakukan di Indonesia.

Sementara itu dalam bidang perdagangan antara Indonesia dan PNG terbuka peluang kerjasama antara lain karena 1) adanya hasrat dari kedua  belah pihak untuk menjalin kerjasa ekonomi, sosial budaya danpolitik; 2) volume transaksi perdagangan yang masih kecil dan karenanya erlu ditingkatkan; 3) kebutuhan dan jasa impor kedua negara mempunyai kecenderungan meningkat; 4) keduanya ingin meningkatkan hasil penerimaan devisa negara dari barang-barang dan jasa-jasa mereka.

Kebijaksanaan pemerintah PNG terhadap penanaman modal aing cukup menarik dan apabila dimanfaatkan secara hati-hati , peluang tersebut dapat menguntungkan baik PNG maupun bagi pihak investor. Sekalipun dalam melaksanakan Pelita pemerintah Indonesia banyak mengundang modal asing, namun tidaklah berarti bahwa Indonesia sama sekali tidak mempunyai peluang untuk menanamkan modal di PNG.

Kebijaksanaan kurs valuta asing yang dibarengi oleh kebijaksanaan perdagangan luar negeri dan kebijakan investasi luar negeri serta didukung bantuan dari beberapa negara lain dan beberapa organisasi regional maupun internasional, telah berhasil meningkatkan nilai eksternal mata uang kita. Bagi Indonesia yang ingin mengembangkan hubungan ekonomi dengan PNG gejala tersebut merupakan salah satu faktor yang mendukung.

Banyaknya kesamaan keadaan sumber-sumber alam PNG dengan keadaan sumber-sumber alam Indonesia tidaklah menutup kemungkinan ditingkatkannya kerjasama ekonomi antara kedua negara tersebut. Perbedaan pada keadaan sumber daya manusia dan sumber daya kapital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keunggulan relatif (comparative advantage) yang ada.

PENUTUP

Rumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam memperjuangkan kepentingan nasional, dari  segi komunikasi politik memerlukan kecermatan dalam memperkirakan berbagai peluang dan tantangan. Perkembangan dunia internasional dan regional kadang-kadang diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang membuka berbagai peluang dan tantangan baru. Hal itu menuntut peningkatan kecermatan dan kemampuan dalam bentuk  komunikasi ppolitik antisipatif untuk mengikuti situasi dunia internasional secara regional dan global. Idealnya bahwa setiap peluang baru yang tersedia hendaknya disertai dengan inisiatif baru dan tantangan baru harus dijawab dengan kecanggihan konseptual.

Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan nasional yang meliputi kemampuan poilitik, kemampuan ekonomi, kemampuan sosial budayaa, kemampuan militer, kemempuan ilmu pengetahuan dan teknologi,  kemampuan administrasi pemerintah dan kemampuan diplomasi. Keberhasilan upaya mengembangkan inisiatif-inisiatif dan gagasan-gagasan konseptual baru dalam propaganda/komunikasi politik internasional tentunya tergantung pada kemampuan untuk meramu dengan tepat peluang-peluang dan tantangan-tantangan byang dihadapi berdasarkan tingkat kemampuan nasional yang dimiliki.

Indonesia secara geografis melihat dirinya bagian dari Pasifik khususnya Pasifik Barat Daya. Karena itu perkembangan-perkembangan lingkungan eksternalnya di Pasifik perlu diikuti secara cermat dan antisipatif. Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pergaulan internasional di Pasifik dan karenanya terpanggil untuk turut memainkan peranan dalam gelanggang politik internasional, khususnya di Ppasifik untuk mewujudkan stabilitas regional dalam rangka perdamaian dunia.

Dari segi komunikasi politik aktual-pragmatik, Indonesia perlu berupaya keras untuk meningkatkan kemampuan nasionalnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas sehingga dapat memanfaatkan peluang dalam perkembangan terakhir di Pasifik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor strategis yang dapat melibatkan orang-orang Indonesia ke dalam berbagai peluang kerjasama Pasifik masa kini dan masa datang.

Indonesia perlu membenahi sistem pendidikan, sistem penelitian dan sistem pelayanan kepada masyarakat secara lebih koprehensif sehingga dapat semakin kaya dalam data dan informasi tentang Pasifik. Hal ini penting untuk ikut berperan serta dalam berbagai bentuk pertukaran informasi dan pengalaman dalam arena internasional di Pasifik. Sehingga pada akhirnya orang-orang Indonesia menjadi cermat dan  obyektif dalam aktualisasi komunikasi politik potensial untuk memperjuangkan kepentingan nasional.

Indonesia perlu memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di kawasan Pasifik Selatan yang memiliki potensi dukungan politik bagi Indonesia dalam fora internasional khususnya dalam forum PBB. Karena itu intensitas propaganda dan komunikasi politik internasional perlu ditingkatkan. Antara lain karena kawasan ini secara potensial dapat menimbulkan ancaman bagi persatuan negara RI dengan aadanya gagasan Melanesian Brotherhood Solidarity di kalangan orang-orang melanesia. Dalam hubungan ini Indonesia perlu lebih aktif memperjuangkan forum kerjasama ASEAN-SPF untuk mengurangi miscommunication dan psychological barriers antara orang-orang Indonesia dan orang-orang dari Pasifik selatan.

Peningkatan saling pengertian dan persahabatan antara Indonesia dan negara-negara Pasifik Selatan merupakan salah satu sarana komunikasi politik horizontal yang menjadi kepentingan Indonesia. Saling pengertian akan memjembatani masalah-masalah sosial budaya yang mungkin timbul di antara kedua belah pihak yang sekaligus menyentuh masalah-masalah politik keamanan. Dalam hal ini Indonesia perlu menempuh serangkaian prioritas, dan karena Australia dan Selandia Baru penting dalam SPF, maka hubungan Indonesia dengan merka dalam beberapa segi penting artinya. Selanjutnya prioritas hendaknya juga diberikan kepada PNG, Vanuatu, dan Fiji sebagai negara-negara Pasifik Selatan yang aktif dalam kancah regional maupuun internasional.

Leave a comment